Nasib Pengadilan Tipikor Tergantung Senayan
Jakarta - Staf Ahli Kepresidenan Denny Indrayana mengatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya cara untuk mempertahankan Pengadilan Tipikor. Jika Pengadilan Tipikor ditiadakan karena pengesahan gagal, pemberantasan korupsi terancam.
"Kalau sampai gagal, tidak ada skenario menyiasati itu," kata Denny dalam rapat dengar pendapat mengenai Pengadilan Tipikor dengan Dewan Perwakilan Daerah di Jakarta, Kamis (15/1).
Hal tersebut dikatakan Denny menanggapi tenggat waktu pembentukan UU Pengadilan Tipikor yang diamanatkan Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya pada 9 Desember 2006, MK mengamanatkan agar Pengadilan Tipikor dibentuk berdasarkan undang-undang sebelum 19 Desember 2009.
Menurut Denny, upaya pembuatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mempertahankan Pengadilan Tipikor juga mengandung masalah. Sebab, diperlukan penyesuaian antara pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru jika perppu diterbitkan setelah pelantikan presiden baru. "Kalau setelah pemilu agak problematik," katanya.
Ketiadaan RUU Pengadilan Tipikor juga akan mengancam Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, menurut Denny, KPK akan kehilangan fungsi penindakan jika Pengadilan Tipikor tidak ada. "Selamatkan RUU Pengadilan Tipikor untuk menyelamatakan KPK dari ‘stroke'."
Lambannya pengesahana RUU Pengadilan Tipikor diduga karena anggota DPR tidak serius. Hal itu disampaikan oleh Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho. Sebagian besar anggota Panitia Khusus RUU Pengadilan Tipikor mulai sibuk dengan persiapan Pemilihan Umum 2009. "Mereka memikirkan bagaimana mereka menang di 2009," katanya.
Bahkan, menurut Emerson, sejumlah anggota DPR tidak suka dengan adanya Pengadilan Tipikor dan KPK. Ini gara-gara sejumlah anggota parlemen tersangkut kasus korupsi.
Emerson mengatakan, Pemilu 2009 menjadi penentu "hidup-matinya" Pengadilan Tipikor. Dia khawatir ketiadaan Pengadilan Tipikor menyebabkan kasus korupsi diadili di pengadilan umum. "Padahal, pengadilan umum selama ini dinilai tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi." (E2).
Sumber : VHRmedia